Home
Info
Sejarah...
Geografi...
Struktur Sosial...
Pemimpin Rakyat...
Pariwisata...
Bisnis...
Forum
Chat
Daftar Kata-kata
Daftar Buku
Links
Baca Buku Tamu
Teken Buku Tamu

Mohon bantu
dengan
sumbangan

Home >>Geografi >>Dari Quimas menjadi Kema

Dari Quimas menjadi Kema

Oleh: Harry Kawilarang


Kema di Minahasa

Kata Pengantar
Tulisan ini di edit door Meity Rampen-Pongoh, kita telusuri rangkaian sejarah Minahasa pe posisi di dunia masa pertengahan abad. Ternyata kote, itu kapal-kapal Portugis dan Spanyol yang baku dapa di Laut Sulawesi, membuktikan bumi itu bukang rupa panci, maar ba bulat yang sebelumnya selalu didengungkan oleh Gereja. Di tulisan ini kita berusaha uraikan bunga rampai sejarah kota Kema, "clave" Spanyol di pertengahan abad XVI. Mudah-mudahan di masa datang, para netters ta iko cari bahan-bahan referensi diseluruh dunia voor mo biking kaya Sejarah Minahasa dari berbagai aspek. Ini penting, supaya referensi torang pe sejarah neanda bagantung dari "the so called" penulis-penulis sejarah nasional yang sering talalu "diskriminatif" deng torang pe sajarah. Bagitu lei deng itu tulisan itu wartawan Harian Kompas, Agus Soesanto di bulan Mei 2004 pernah batulis yang katanya, orang Jawa dari turunan pasukan Diponegoro yang kase ajar orang Minahasa budaya sawah, maar nyanda ada kekuatan referensi. Mana bole bagitu, tulisan yang notabene dari koran besar nasional boleh ba interpretasi, en ba konga. Sedang orang-orang Barat kanal Minahasa sebagai lumbung beras so dari abad ke-XVI. Sedangkan turunan Diponegoro dan Kyayi Madja baru kanal Minahasa 1830. Maar kita baharap, pengaburan sejarah Minahasa bole jadi voor torang pe obsesi. Mari gale torang pe sejarah supaya orang laeng neanda biking bodok pa torang pe anak-anak.
Salamat babaca.***

Posisi Minahasa pada abad pertengahan di Percaturan Internasional

Kehadiran Spanyol tidak dapat diabaikan dalam lembaran sejarah Minahasa, selain tentunya Portugis dan Belanda. Pada abad pertengahan, kedua negeri Hispanik ini terlibat saling berlomba mengembangkan kekuatan maritim. Persaingan yang bermula dipesisir Afrika Barat melebar ke Maluku Utara dan perairan laut Sulawesi.

Minahasa memegang peranan sebagai lumbung beras bagi Spanyol ketika melakukan usaha penguasaan total terhadap Filipina.


Jalan dari Kema ke Tondano 1843-1845
© Geheugen van Nederland

Nama Kema dikaitkan dengan pembangunan pangkalan militer Spanyol ketika Bartholomeo de Soisa mendarat pada 1651 dan mendirikan pelabuhan di daerah yang disebutnya ‘La Quimas.’ Penduduk setempat mengenal daerah ini dengan nama ‘Maadon’ atau juga ‘Kawuudan.’ Letak benteng Spanyol berada di muara sungai Kema, yang disebut oleh Belanda, "Spanyaards-gat," atau Liang Spanyol.

Dr. J.G.F. Riedel menyebutkan bahwa armada Spanyol sudah mendarat di Kema tepat 100 tahun sebelumnya.Kema berkembang sebagai ibu negeri Pakasaan Tonsea sejak era pemerintahan Xaverius Dotulong, setelah taranak-taranak Tonsea mulai meninggalkan negeri tua, yakni Tonsea Ure dan mendirikan perkampungan-perkampungan baru. Surat Xaverius Dotulong pada 3 Februari 1770 kepada Gubernur VOC di Ternate mengungkapkan bahwa ayahnya, I. Runtukahu Lumanauw tinggal di Kema dan merintis pembangunan kota ini. Hal ini diperkuat oleh para Ukung di Manado yang mengklaim sebagai turunan dotu Bogi, putera sulung dari beberapa dotu bersaudara seperti juga dikemukakan Gubernur Ternate dalam surat balasannya kepada Xaverius Dotulong pada 1 November 1772.


Orang Kristen berpakaian neces ca. 1910
© Geheugen van Nederland

Misionaris Belanda, Dominee Jacobus Montanus dalam surat laporan perjalanannya pada 17 November 1675, menyebutkan bahwa nama Kema, yang mengacu pada istilah Spanyol, adalah nama pegunungan yang membentang dari Utara ke Selatan. Ia menulis bahwa kata ‘Kima’ berasal dari bahasa Minahasa yang artinya Keong. Sedangkan pengertian ‘Kema’ yang berasal dari kata Spanyol, ‘Quema’ yaitu, nyala, atau juga menyalakan. Pengertian itu dikaitkan dengan perbuatan pelaut Spanyol sering membuat onar membakar daerah itu. Gubernur Robertus Padtbrugge dalam memori serah terima pada 31 Agustus 1682 menyebutkan tempat ini dengan sebutan "Kemas of grote Oesterbergen," artinya adalah gunung-gunung besar menyerupai Kerang besar. Sedangkan dalam kata Tonsea disebut ‘Tonseka,’ karena berada di wilayah Pakasaan Tonsea.

Hendrik Berton dalam memori 3 Agustus 1767, melukiskan Kema selain sebagai pelabuhan untuk musim angin Barat, juga menjadi ibu negeri Tonsea. Hal ini terjadi akibat pertentangan antara Manado dengan Kema oleh sengketa sarang burung di pulau Lembeh. Pihak ukung-ukung di Manado menuntut hak sama dalam bagi hasil dengan ukung-ukung Kema. Waktu itu Ukung Tua Kema adalah Xaverius Dotulong.

Pertemuan di Laut Sulawesi dan Reformasi Gereja


Waruga, Pemakaman Alifura Kema ca. 1880
© Geheugen van Nederland

Portugis dan Spanyol merupakan tumpuan kekuatan gereja Katholik Roma memperluas wilayah yang dilakukan kesultanan Ottoman di Mediterania pada abad ke-XV. Selain itu Portugis dan Spanyol juga tempat pengungsian pengusaha dan tenaga-tenaga terampil asal Konstantinopel ketika dikuasai kesultanan Ottoman dari Turki pada 1453. Pemukiman tersebut menyertakan alih pengetahuan ekonomi dan maritim di Eropa Selatan. Sejak itupun Portugis dan Spanyol menjadi adikuasa di Eropa. Alih pengetahuan diperoleh dari pendatang asal Konstantinopel yang memungkinkan bagi kedua negeri Hispanik itu melakukan perluasan wilayah-wilayah baru diluar daratan Eropa dan Mediterania. Sasaran utama adalah Asia-Timur dan Asia-Tenggara. Mulanya perluasan wilayah antara kedua negeri terbagi dalam perjanjian Tordisalles, tahun 1492. Portugis kearah Timur sedangkan Spanyol ke Barat. Masa itu belum ada gambaran bahwa bumi itu bulat. Baru disadari ketika kapal-kapal layar kedua belah pihak bertemu di perairan Laut Sulawesi. Kenyataan ini juga menjadi penyebab terjadi proses reformasi gereja, karena tidak semua yang menjadi "fatwa" gereja adalah Undang-Undang, hingga citra kekuasaan Paus sebagai penguasa dan wakil Tuhan di bumi dan sistem pemerintahan absolut theokratis ambruk. Keruntuhan ini terjadi dengan munculnya gereja Protestan rintisan Martin Luther dan Calvin di Eropa yang kemudian menyebar pula ke berbagai koloni Eropa di Asia, Afrika dan Amerika.


Tempat angkut air minum kapal
di Kema 1845
© Geheugen van Nederland

Dari kesepakatan Tordisalles itu, Portugis menelusuri dari pesisir pantai Afrika dan samudera Hindia. Sedangkan Spanyol menelusuri Samudera Atlantik, benua Amerika Selatan dan melayari samudera Pasifik. Pertemuan terjadi ketika kapal-kapal Spanyol pimpinan Ferdinand Maggelan menelusuri Pasifik dan tiba di pulau Kawio, gugusan kepulauan Sangir dan Talaud di Laut Sulawesi pada 1521. Untuk mencegah persaingan di perairan Laut Sulawesi dan Maluku Utara, kedua belah pihak memperbarui jalur lintas melalui perjanjian Saragosa pada tahun 1529. Perjanjian tersebut membagi wilayah dengan melakukan batas garis tujuhbelas derajat lintang timur di perairan Maluku Utara. Namun dalam perjanjian tersebut, Spanyol merasa dirugikan karena tidak meraih lintas niaga dengan gugusan kepulauan penghasil rempah-rempah. Untuk itu Spanyol mengirimkan ekspedisi menuju Pasifik Barat pada 1542. Pada bulan Februari tahun itu lima kapal Spanyol dengan 370 awak kapal pimpinan Ruy Lopez de Villalobos menuju gugusan Pasifik Barat dari Mexico. Tujuannya untuk melakukan perluasan wilayah dan sekaligus memperoleh konsesi perdagangan rempah-rempah di Maluku Utara. Dari pelayaran ini Villalobos mendarat digugusan kepulauan Utara disebut Filipina, di ambil dari nama putera Raja Carlos V, yakni Pangeran Philip, ahli waris kerajaan Spanyol. Sekalipun Filipina tidak menghasilkan rempah-rempah, tetapi kedatangan Spanyol digugusan kepulauan tersebut menimbulkan protes keras dari Portugis. Alasannya karena gugusan kepulauan itu berada di bagian Barat, di lingkungan wilayahnya. Walau mengkonsentrasikan perhatiannya di Amerika-Tengah, Spanyol tetap menghendaki konsesi niaga rempah-rempah Maluku-Utara yang juga ingin didominasi Portugis. Tetapi Spanyol terdesak oleh Portugis hingga harus mundur ke Filipina. Akibatnya Spanyol kehilangan pengaruh di Sulawesi Utara yang sebelumnya menjadi kantong ekonomi dan menjalin hubungan dengan masyarakat Minahasa.

Peperangan di Filipina Selatan turut mempengaruhi perekonomian Spanyol. Penyebab utama kekalahan Spanyol juga akibat aksi pemberontakan pendayung yang melayani kapal-kapal Spanyol. Sistem perkapalan Spanyol bertumpu pada pendayung yang umumnya terdiri dari budak-budak Spanyol. Biasanya kapal Spanyol dilayani sekitar 500 - 600 pendayung yang umumnya diambil dari penduduk wilayah yang dikuasai Spanyol. Umumnya pemberontakan para pendayung terjadi bila ransum makanan menipis dan terlalu dibatasi dalam pelayaran panjang, untuk mengatasinya Spanyol menyebarkan penanaman palawija termasuk aneka ragam cabai (rica), jahe (goraka), kunyit dll. Kesemuanya di tanam pada setiap wilayah yang dikuasai untuk persediaan logistik makanan awak kapal dan ratusan pendayung. Sejak itu budaya makan "pedas" yang di ramu dengan berbagai bumbu masak yang diperkenalkan pelaut Spanyol menyebar pesat dan menjadi kegemaran masyarakat Minahasa.


Hotel di Kema sebelum 1880
© Geheugen van Nederland

Kota Kema merupakan pemukiman orang Spanyol, dimulai dari kalangan "pendayung" yang menetap dan tidak ingin kembali ke negeri leluhur mereka. Mereka menikahi perempuan-perempuan penduduk setempat dan hidup turun-temurun. Kema kemudian juga dikenal para musafir Jerman, Belanda dan Inggris. Mereka ini pun berbaur dan berasimilasi dengan penduduk setempat, sehingga di Kema terbentuk masyarakat pluralistik dan memperkaya Minahasa dengan budaya majemuk dan hidup berdampingan harmonis. Itulah sebabnya hingga masyarakat Minahasa tidak canggung dan mudah bergaul menghadapi orang-orang Barat.***


Bibliografi:

  • Aerensbergen, S J A J van -Uit en over de Minahasa Tijd. De Katholieke Kerk en Hare Missie in Minahasa (1925)
  • Mangundap, M A, Pastor Agus cs: 125 Tahun Gereja Keuskupan Manado (1993)
  • Molsbergen, Godee, Dr E.C.: Geschiedenis van Minahasa tot 1829 (Den Haag 1928)
  • Muskens, Dr MPM : -Sejarah Gereja Katolik Indonesia I: Misi di Sulawesi-Utara
  • Padtbrugge, Robertus: -Het Journaal van Padtbrugge's reis naar Noord Celebes 16 Augustus-23 December 1677 (bijd.1867)
  • Kol, Hubert van -Uit Onze Kolonien, Een Schakelstuk (1903)
  • Wawuruntu, A L -De Oude Geschiedenis der Minahasa (1891)
  • Yranzo OFM, Pater Juan: -Verslag over den voortgang de Missie in Manado 1635-1645 (Manila, 4 Augustus 1645)

 

Foto: Het Geheugen van Nederland

 


© 2004 by Roderick. All rights reserved. write comments to: